Kabar tentang bank perekonomian rakyat (BPR) dan bank syariah yang mengalami kebangkrutan menjadi sorotan di awal tahun 2024. Sebanyak sepuluh BPR dan BPRS telah mengalami bangkrut dalam empat bulan pertama tahun ini, menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.
Namun, apa sebenarnya yang menyebabkan kebangkrutan ini dan langkah apa yang diambil oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengatasi masalah tersebut?
Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Syariah Bangkrut: Penyebab dan Langkah OJK
Menurut laporan yang dirilis oleh OJK, kondisi keuangan BPR dan BPRS pada awal tahun 2024 tidak menggembirakan. Banyak dari mereka yang mengalami penurunan laba dan peningkatan rasio kredit bermasalah (NPL). Misalnya, BPR mencatatkan rugi sebesar Rp55 miliar pada bulan Januari 2024, sementara BPRS mengalami penurunan laba sebesar 29,03%.
Penyebab dari kebangkrutan ini bermacam-macam, namun salah satunya adalah peningkatan kredit bermasalah dan penurunan laba. Rasio kredit bermasalah BPR naik menjadi 10,25% pada Januari 2024, sementara jumlah kredit macet BPRS meningkat secara signifikan.
OJK sebagai lembaga pengawas keuangan terus berupaya mengatasi masalah ini. Mereka melakukan pemantauan dan pengawasan yang ketat terhadap BPR dan BPRS. Selain itu, OJK juga mendorong konsolidasi antara BPR/BPRS yang berpotensi untuk memperkuat posisi mereka di pasar.
Dalam rangka menghadapi tantangan ini, OJK juga merancang roadmap pengembangan industri BPR/BPRS. Roadmap ini mencakup langkah-langkah untuk meningkatkan tata kelola, manajemen risiko, dan penguatan sumber daya manusia.
Melalui langkah-langkah ini, diharapkan industri BPR/BPRS dapat pulih dari krisis dan kembali berkontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional.